Sabtu, 05 Juli 2008

TIDAK ADA KATA TERLAMBAT UNTUK BERTOBAT



Senin, 31 Desember 2007
Tidak ada kata terlambat bagi Sarah Quinn, pensiunan suster yang kini tinggal di Middlessex, UK . Ia mengikrarkan shahadat di saat usianya menjelang 90

Hidayatullah. com--Rabu 25 Desember 2007 aku menerima ucapan selamat via telepon: “Eid Mubarak sis…”. Ucapan itu lagsung kujawab, “Thank you and eid mubarak too to you too .” Tapi saya mendadak terkejut menerima kata-kata “And merry bloody Chirstmast…!”. Yang paling terkejut adalah kata “bloody”. Entah apa maksudnya. Sindirankah? ,
“Hoosh…why do you say bloody?” (bloody artinya sialan, red)
“Well.. its true, its bloody christmast?”
“Lho emang kenapa kamu sebel nggak merayakan Natalan?”
“Bukan sis, aku ikutan stress gara-gara Natalan. Semua orang dibikin gila, panik, stres dan kesurupan. Di mana-mana. Di toko, di supermarket, di jalanan, semua penuh sesak, macet gara-gara ini, belum lagi yang mabuk..huh!. Coba lihat sekarang, akhirnya mereka diam di rumah, merayakan festival Pagan itu!, ujarnya.”
“Jadi nggak sis, datang ke rumah kami? plis deh. Biar rame, biar ibuku senang ada yang ngunjungi, aku juga undang teman lainnya.” Syerif membujukku untuk datang ke rumahnya di Eastcote, Middlessex pada hari libur bertepatan pada tanggal 25 Desember pekan lalu.
Sebetulnya aku tidak bermaksud keluar, ingin menyelesaikan semua pekerjaan yang tertunda-tunda. Hebatnya brother satu ini merayuku dengan mengatakan akan menolongku membantu menyelesaikan semua pekerjaanku yang belum selesai. “Bring all your work, laptop, I will help you, don’t worry,” bujuknya.
Akupun berkemas menyiapkan laptop, USB, membawa beberapa draft surat dan laporan. “Ooops don’t forget bring Tiramisu, Mum love it..
Syerif alias Simon, dia adalah muallaf Inggris. Ia mengaku, ibunya merasa kesepian karena biasanya dihari Natal , abangnya John, istri serta anak-anaknya datang untuk merayakan. Namun, karena Ibunya, telah memeluk Islam sejak Desember 2006, maka Natalan sudah ditiadakan di rumahnya. Sementara Syerif ingin sekali membuat bahagia ibunya dengan mengundang kami untuk kumpul dan makan sore.
Ahad lalu Syerif tidak datang ke pengajian karena abangnya John datang berkunjung menjumpai ibunya. “I cant go to the gathering sis because I want to make sure he doesnt give Mum wine..,” ujar Syerif via SMS. Padahal dia ingin sekali datang. Mereka datang membawa hadiah dan kartu Natal untuk ibunya. “Kupikir sudah tradisi, gak bisa di stop, sis. Kubiarkan saja,” ujar Syerif.
Alhmdulilah perjalanan ke Eastcote cuma memakan waktu 1½ jam, kalaupun ada trafik tidak separah dihari-hari kerja. Karena aku lewat London city (atas saran Syerif) banyak kutemui pemandangan yang cukup merepotkan. Di jalanan kutemui beberapa pengendara mobil yang rada riskan, tidak stabil, bahkan sangat pelan sehingga aku sering dikasih lampu besar peringatan oleh pengendara mobil di belakang. Disuruhnya aku mempercepat mobilku.
Mungkin akibat minuman alkohol yang berlebihan pada malam sebelumnya banyak pengendara membawa mobil begitu pelan.
Begitu aku tiba di rumah Sherif, mereka menyambutku. Aku langsung masuk dan nampak bunda Sarah sedang duduk diruang TV. Menyambutku. Kusalami, sekaligus kupeluk hangat si ibu yang sedang menantiku. Lalu kukeluarkan bingkisan kecil, oh beliau nampak sumringah menerima hadiah kecil. Sarah kemudian membuka hadiah itu.
“What is this?” tanya beliau. “Just something little for you,” kataku.
Hadiah jilbab itu langsung kulipat dua menjadi bentuk segitiga. ”Shall I put this in your head..?" tanyaku. Subhanllah ia nampak manis. Syarif langsung mengambil foto bundanya. Klik..klik!. si ibu selalu mengucap cheese dengan senyum lepas. Selanjutnya, kami sholat dzuhur berjamaah.
Jarak ke Kuburan telah dekat
Tahun ini, Sarah Quinn demikian nama lengkapnya, tepat memeluk Islam sudah dua tahun. Tepatnya pada tanggal 3 Desember 2006 (12 Dzul QAIDAH 1427) sepekan sebelum ulang tahunnya yang ke 90. Aku ingat setahun lalu Syarif menelponku, dengan gembiranya ia mengatakan bahwa ibuny sudah resmi bershahadat di Masjid Agung Regent Park Mosque, London . Kami pun menyampaikan rasa bahagia ini lewat telepon, email atau SMS. Kami semua berdoa dan mengucapkan selama untuk bunda Sarah Quinn.
Dengan agak terbata-bata, maklum sudah lanjut usianya, Sarah bertutur bagaimana ia tertarik dengan Islam. Menurutnya pertama kali ia temukan Islam saat ia pergi mengunjungi Simon yang kini menjadi Syarif di Middle East. “Itu sepuluh tahun lalu,” imbuh Syerif.
“Saya dibesarkan dan dididik dengan cara Katolik dan selalu pergi ke gereja secara teratur. Saya tidak pernah berpikir banyak tentang agama saya, juga tidak pernah bertanya apa-apa pokoknya saya terima apa adanya dan penuh. Di Irlandia cuma ada dua pilihan yakni agama Katolik atau Protestan. Itu saja. Tidak ada yang lain’ paparnya.
“Jadi memang saya termasuk yang patuh dan nurut, tidak pernah bertanya macam-macam, apalagi kritis dengan agama Katolik saya, walaupun ada satu hal yang membuat saya heran dan tidak paham dan selalu bertanya-tanya misalnya kenapa Pendeta di Katolik tidak boleh menikah?”. Itupun baru munul dibenak saya akahir-akhir ini saja.”
“Soal Yesus, saya selalu percaya bahwa Yesus adalah seorang Nabi. Dan saya selalu percaya bahwa hanya ada satu Tuhan. Terus terang saya tidak pernah paham Trinitas tapi juga tidak pernah merisaukan saya,” tegasnya lagi.
“Selama saya di Oman di mana anak saya Simon bekerja, di situlah saya temukan ada agama lain selain Katolik dan Protestan. Di sana saya berjumpa dengan berbagai Muslim yang begitu ramah, baik, dan selalu menyambut hangat akan kedatangann saya,” kenangnya.
“Waktu itu saya tidak berpikir tentang Islam sama sekali, ” ujar ibu Sarah sambil membenahi jilbabnya ke belakang. ”Tapi saya betul-betul meresapi (absorbed) suasana yang begitu hangat, tenang dan penuh kedamaian yang akhirnya mungkin membuat saya mulai berfikir tentang Islam secara perlahan dan tanpak saya sadari.”
“Syerif memang sudah masuk Islam lebih dahulu. Saya cermati memang ada perubahan, misalnya dia tidak minum alkohol dan tidak lagi mau makan bacon. Namun yang lebih menonjol lagi, anak ini lebih santun dan perhatian sama orang tua,” demikian jelas Sarah tentang Syerif.
Satu hal lagi, meski di usia yang senja, Sarah gemar membaca. Setiap saat, Syerif senantiasa membelikannya buku-buku tentang Islam, yang mudah dipahami. Sejak itu pula, pengetahuan nya tentanga Islam bertambah. Terutama beberapa tahun terakhir ini.
Sarah tak tahu sejak kapan ia tiba-tiba menjadi Muslim dan memeluk agama ini. Selain membaca, ia juga selalu bercakap-cakap dan diskusi mengenai Islam.
“Saya kira inilah kontribusi Syerif walau dia tidak pernah memaksa saya.”
“Satu yang sangat saya suka dan sangat beruntung, anak saya ini begitu peduli mengurus dan menjaga saya, pada usia yang renta ini. Saya kan sudah tambah tua dan tidak begitu sehat. Mungkin dia banyak belajar dari Al-Quran dan Islam bagaimana sikap anak terhadap orang tuanya.”
Nampaknya, hal positif itulah yang selama ini dirasakan dan disaksikan sendiri. Pemandangan ini, membuat perasaan Sarah betul-betul ingin memeluk agama Islam. Setelah agak lama dan mempertimbangkan, akhirnya bunda Sarah memutuskan untuk memeluk agama baru ini dan ia mengatakan bahwa Islam adalah agama fitrah dan tepat untuknya.
“Islam membuat saya damai dan tenang,” ujar bunda Sarah menyampaikan perasaanya. Ia juga mengaku, ketika ia memutuskan masuk Islam, ia tidak dipengaruhi oleh siapapun. “I made up my mind,” ujarnya.
Menurut Sarah, ia seringkali melihat mereka (Muslim) kelihatannya bahagia dan tenang dengan kehidupan mereka walaupun kalau diukur secara materi kurang memadai. Menurut Sarah, mereka (Muslim) tahu siapa Tuhannya dan percaya ada hari pembalasan.
“Bayangkan my dear, seumur hidup saya menganut dan penganut Katolik. Eh sekarang saya memeluk agama Islam. Kadang saya bertanya bagaaimana kok saya bisa jadi Muslim?”
“Alhamdulilllah Allah masih memberi peluang kepada saya untuk menjadi hambaNya mengakui bahwa hanya Satu, bukan tiga, yaitu Allah serta pengikut Nabi Muhamda saw. Padahal jarak ke kuburan untuk saya tinggal beberapa jengkal saja, bukan?”
“Its never too late to change my religion.” (Tidak ada kata terlambat untuk berganti agama), “Walau saya sudah tua,” tambahnya penuh semangat.
Percakapan kami sudahi tak lama sesaat setelah makan siap dihidangkan bertepatan dengan kedatangan teman Syerif; Mizan, Khalid dan Mahmoud. Kami pun duduk menikmati makan sore. High Tea berupa Moussaka, makanan ala Yunani, lengkap dengan nasi, salad, ditutup dengan miniman non-alkohol, Tiramissu, pencuci mulut ala Itali, home-made dari Bromley dan ditutup dengan kopi atau teh. (ditulis Al Shahida dari London . Email: http://id.mc762.mail.yahoo.com/mc/compose?to=al_shahida@yahoo.com Alamat e-mail ini telah dilindungi dari tindakan spam bots, Anda butuh Javascript dan diaktifkan untuk melihatnya ]

Tidak ada komentar: